RUU Perampasan ASSETS dan REDISTRIBUSI ASSETS Rakyat
Distribusi pendapatan merupakan salah satu indikator keberhasilan proses pembangunan. Jika pembangunan itu berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat maka gini rasio makin mengecil atau makin menjauh dari angka 1. Gini rasio merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat distribusi pendapatan di suatu wilayah atau negara. Berbagai elemen bisa dipantau tingkat kesenjangan tersebut salah satunya aspek pedapatan dalam hal ini bisa dilihat dari tingkat konsumsi rumah tangga. Makna angka rasio gini ini adalah semakin mendekati angka 1, tingkat kesenjangan makin tinggi. Selama ini kita terbuai oleh angka gini rasio yang rendah, ternyata itu hasil susenas dengan pendekatan konsumsi dimana sampelnya diambil dari sistem blok di tiap desa/kelurahan. Maka wajarlah tingkat kesenjangan ekonomi kita termasuk pada kategoi baik.Biasanya tingkat kesenjangan pendapatan di Indonesia cukup baik, dimana biasanya di Pedesaan berkisar dari angka 0,30 dan di perkotaan pada angka 0,40. Dalam 10 tahun terakhir rata-rata gini rasio konsumsi gabungan antara desa dan kota adalah 0,3605 dan khusus dalam 2 tahun terakhir tingkat kesenjangan konsumsi di Indonesia semakin membaik sebesar 3,3%. Membaiknya kondisi tingkat kesenjangan di Indonesia kalau kita pinjam beberapa pendapat para ahli dapat dijelaskan sebagai berikut. merujuk ke theori Kuznets (1955) ini disebabkan karena perluasan kesempatan kerja di sektor industri, urbanisasi dan redistributif income melalui program bantuan sosial. Merujuk pada theori human capital Becker (1975) ini disebabkan karena meningkatnya lama bersekolah warga negara akibat perluasan layanan pendidikan. Menurut theory John Maynard Keynes (1936) dan John Rawls (1971) hal ini karena peran negara dalam melakukan redistribusi kekayaan dengan kebijakan fiskal dan moneter.
Membaiknya distribusi konsumsi sebenarnya belum diiringi dengan kondisi distribusi kepemilikan assets antar warga negara di Indonesia. Dalam laporan penelitian yang diterbitkan oleh World Inequality Database (WID.world, LPEM FEB UI; 2023/2024), rasio gini assets di Indonesia sangat memprihatinkan yakni 0,74 pada tahun 2021 sangat senjang sekali. Dimana mayoritas kekayaan hanya dimiliki oleh kelompok 10% orang kaya. Dalam makna lain bisa dijelaskan bahwa 90% penduduk hanya berbagi dengan 26% Assets ownership yang tersisa di negeri ini. Kondisi ini amat memprihatinkan jikalau kita ilustrasikan tanah, dalam satu daerah jika ada 100 warga dan tanah yang tersedia hanya 100 Ha, 10 orang menguasasi 7,4 ha per-orang sementara 90 orang menguasai rata-rata hanya 0,28 Ha. Situasi ini menarik untuk kita kaji, kenapa Indonesia bisa menjadi begini..? struktur kepemilikan Assets begitu complang. Apakah kita mewarisi daerah bekas jajahan? pada hal kita menganut sistym politik demokrasi, dimana kekuasaan ada ditangan rakyat, bukan ditangan raja? sebagian daerah masih menganut sistem pola kepemilikan komunal.
Dan diperparah lagi kondisi di Pedesaan gini rasio assest di Kota jauh lebih merata di bandingkan dengan di desa dimana pada tahun 2021 di Desa gini rasio assets 0,80 sementara di kota 0,68. Hal ini lebih lengkap dapat dilihat pada link ini : https://www.afd.fr/en/ressources/inequality-diagnostic-report-indonesia. Kondisi ini menunjukkan keparahan kesenjangan kepemilikan assets di Indonesia. Maka wajarlah beberapa kalangan menyatakan "sedikit orang memiliki assets yang dominan di negeri ini, dan mereka bisa berbuat apa saja di Negeri Ini baik secara politik maupun secara ekonomi. Namun banyak orang memiliki hanya sedikit assets dan tidak bisa berbuat apa-apa di negeri ini. Pemilu hanya sebatas serimoni penyerahan kekuasaan dari rakyat pada pemilik assets. Maka wajarlah beberapa kalangan menyatakan oligarki amat mempengaruhi sistem politik di Indonesia, dan pemilu hanya diartikan sebagai pesta rakyat. Rakyat menggunakan iven pemilu untuk berpesta dan menikmati sedikit suguhan kesenangan assets atas moment tersebut. Maka mencermati ini untuk saat ini yang diperlukan dalam kebijakan negara bukanlah perampasan assets tapi melakukan pola redistribusi assets kepada rakyat sebagai upaya untuk menciptakan "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Namun demikian melakukan peran negara sebagai redistribusi barangkali banyak sekali teori yang membolehkan negara melakukan redistribusi, seperti Theori An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations Adam Smith (1776) yang menyatakan bahwa pajak sebagai cara melakukan redistribusi, pajak dipungut kepada orang kaya, orang yang mampu dan dibagi ke kaum miskin melalui pelayanan pemerintah dan transfer negara kepada rakyat. William Beveridge (1963);Richard Titmuss (1973);T.H. Marshall (1981), dan paradigma pembangunan berbasis SDGs menghendaki rakyat tanpa kemiskinan dengan 17 agenda SDGs.
Maka agenda redistribusi assets bagi rakyat Indonesia saat ini menjadi salah satu prasyarat kemajuan ekonomi, Indonesia Emas, Indonesia berdaulat. Jika redistribusi assets ini tidak dilakukan oleh Pemerintah maka mewujudkan Indonesia yang makmur, Indonesia yang sejatera, dan Indonesia maju itu hanya sebatas mimpi, dan sebatas angan-angan kosong yang tidak memiliki makna bagi kesehateraan rakyat. Mimpi itu hanya bisa terwujud untuk pemilik assets yang jumlahnya sekitar 2% dari total Penduduk Indonesia. Kemajuan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (sila ke-5) Pancasila hanya akan terwujud dalam mimpi sejarah. Maka bagi rakyat sebagai pemegang kekuasaan, saatnya pada pelaksanaan penyerahan mandat (pemilu) pilihlah partai atau calon pimpinan negara/daerah yang memiliki agenda untuk merelokasi kekayaan negara dari kekayaan yang dimiliki kelompok oligarki ke kekayaan yang dimiliki rakyat sebagai wujud dari kesejahteraan adil dan makmur yang diamanatkan oleh UUD 1945 dan cita-cita proklamasi dan Pancasila.


